MAKALAH AL-QUR’AN DAN KESEHATAN FISIK

MAKALAH AL- QUR’AN DAN SAINSTEK
“ AL-QUR’AN DAN KESEHATAN FISIK “

Disusun Oleh :
                1. Azis Maulana (8011010)
                2. Ade Ariawan (8011084)
                3. Herda Dwi Meida (8011126)

TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER (FASTIKOM)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ) JAWA TENGAH
WONOSOBO





                                                                  KATA PENGANTAR

    Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah tentang “Al-Qur’an dan Kesehatan Fisik”. Dan tidak lupa Sholawat beserta Salam tetap kami curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad S.A.W. yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam terang benderang yakni agama Islam.
Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia, apa bila ada kesalahan atau dari pembaca apa bila terdapat kesalahn dalam penulisan makalah ini guna perbaikan dalam pembuatan makalah kami yang selanjutnya.
    Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
    Amin ............ya rabbal ‘Alamin ...................


                                                                                                           Wonosobo, 3 April 2014



                                                                                                                        Penyusun



                                                               DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................... 1
Daftar Isi .............................................................................................................................  2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 14


                                                                      BAB 1
                                                               PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
    Pada  dasarnya  setiap  manusia  menghendaki  hidup  dan  kehidupan yang sehat, tenang, tentram dan bahagia, meskipun tidak selamanya kemauan dan keinginan tersebut tercapai.   Islam sebagai agama, sangat memperhatikan keberadaan manusia, karena itulah Islam membentangkan konsep yang sangat tegas  tentang  kehidupan  yang  sehat  kepada  manusia,  misalnya  mengenai apakah hidup dan kehidupan itu serta kemana arah tujuannya.
    Kesehatan    merupakan  salah  satu  faktor  penting  bagi  kehidupan manusia  karena  dengan  kondisi  sehat,  manusia  bisa  beraktifitas  dengan nyaman  dan  banyak  berbuat  kebaikan  dengan  memberi  manfaat  kepada sesama. Sementara manusia adalah makhluk yang kompleks yang terdiri atas unsur fisik, psikis, sosial dan spiritual, maka manakala seseorang mengalami sakit  tentunya  harus  dilakukan  pemeriksaan  dan  penyembuhan  secara menyeluruh. Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua substansi, yaitu fisik dan  psikis.  Substansi  fisik  sendiri  adalah  substansi  material,  tidak  berdiri sendiri, tidak kekal dan berada dalam alam jasad, sedangkan substansi psikis adalah  substansi  imaterial,  berdiri  sendiri  tidak  berbentuk  komposisi, mempunyai  daya  mengetahui  dan  menggerakan,  kekal  dan  berada  di  dunia metafisik.  Fisik  dan  psikis  berhubungan  ketika  al-nuáš­fah  memenuhi  syarat dengan jiwa yang kemudian keduanya berpisah bersamaan dengan datangnya kematian. Dengan  begitu  kondisi  fisik  manusia  adalah  sebuah  media  yang menjadikan manusia dapat berhubungan dengan manusia lainnya di dunia dan juga sebagai modal kebaikan untuk bekal hidup di akhirat.

1.2    Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
    1. Menjelaskan tentang kesehatan fisik dalam Al-Qur’an.
    2. Menjelaskan hadits-hadits tentang kesehatan..
    3. Menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan kesehatan, terutama  kesehatan fisik
    4. Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat menjelaskan dan mengusahakan dirinya agar sehat jasmani


                                                                                 BAB 2
                                                                       PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesehatan
    Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan. Setidaknya  tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan. Paling tidak ada dua istilah  literatur keagamaan yangdigunakan untuk menunjuk tentang pentingnya kesehatan  dalam pandangan Islam.
1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat;
2. Afiat.
    Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesra, kata  "afiat" dipersamakan  dengan  "sehat". Afiat diartikan sehat dan kuat, sedangkan  sehat  (sendiri)  antara lain diartikan sebagai keadaan  baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit).
     Tentu pengertian kebahasaan ini berbeda dengan pengertian dalam tinjauan ilmu kesehatan, yang memperkenalkan istilah-istilah kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan masyarakat. Walaupun Islam mengenal hal-hal tersebut, namun sejak dini perlu digarisbawahi satu hal pokok berkaitan dengan kesehatan, yaitu melalui pengertian yang dikandung oleh kata afiat.
    Istilah sehat dan afiat masing-masing digunakan untuk makna yang berbeda, kendati diakui tidak jarang hanya disebut salah satunya (secara berdiri sendiri), karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang dikandung oleh kata yang tidak disebut. Pakar bahasa Al-Quran dapat  memahami dari  ungkapan  sehat wal-afiat  bahwa  kata sehat berbeda dengan kata afiat, karena wa yang berarti "dan" adalah kata  penghubung yang sekaligus menunjukkan  adanya  perbedaan  antara  yang  disebut  pertama (sehat) dan yang disebut kedua (afiat). Nah, atas  dasar  itu, dipahami adanya perbedaan makna di antara keduanya.
     Dalam literatur keagamaan, bahkan dalam hadis-hadis Nabi Saw. ditemukan sekian banyak doa, yang mengandung permohonan afiat, di samping permohonan memperoleh sehat. Dalam  kamus bahasa Arab, kata afiat  diartikan  sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan itu tentunya tidak dapat diperoleh secara  sempurna  kecuali  bagi   mereka   yang   mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya. Maka kata afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya  anggota  tubuh  manusia  sesuai  dengan tujuan penciptaannya.
    Kalau sehat diartikan  sebagai  keadaan baik  bagi  segenap anggota badan, maka agaknya dapat dikatakan  bahwa mata yang sehat  adalah  mata  yang  dapat  melihat maupun membaca tanpa menggunakan kacamata. Tetapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan  membaca objek-objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang,  karena itulah fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.
2.2 Kesehatan Fisik
    Telah disinggung bahwa dalam tinjauan ilmu kesehatan dikenal berbagai jenis kesehatan, yang diakui  pula  oleh  pakar-pakar Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI),  misalnya,  dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai "ketahanan  jasmaniah,  ruhaniah,  dan  sosial  yang  dimiliki manusia, sebagai karunia Allah  yang  wajib  disyukuri  dengan mengamalkan (tuntunan-Nya), dan memelihara serta mengembangkannya."
    Memang banyak sekali tuntunan agama yang merujuk kepada ketiga jenis kesehatan itu. Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad Saw.:


    Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu.
Demikian Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang  bermaksud melampaui  batas  beribadah,  sehingga  kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu.
    Pembicaraan  literatur  keagamaan  tentang  kesehatan   fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip:
 
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan.
    Karena itu dalam konteks  kesehatan  ditemukan  sekian  banyak petunjuk  Kitab  Suci  dan  Sunah Nabi Saw yang pada dasarnya mengarah pada upaya pencegahan. Salah satu sifat manusia yang secara tegas dicintai Allah adalah orang yang menjaga kebersihan. Kebersihan digandengkan dengan taubat dalam surat Al-Baqarah (2): 222:
 Sesungguhnya Alloh senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri.
    Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan kesehatan fisik. Wahyu  kedua  (atau  ketiga)  yang diterima Nabi Muhammad Saw adalah:



4. dan pakaianmu bersihkanlah.      5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah.
Perintah tersebut  berbarengan  dengan  perintah  menyampaikan ajaran agama dan membesarkan nama Allah Swt. Terdapat  hadis  yang  amat  populer  tentang  kebersihan yang berbunyi :


    Kebersihan adalah bagian dari iman.
     Hadis ini dinilai oleh sebagian ulama  sebagai  hadis  dha'if. Kendati   begitu,  terdapat  sekian  banyak  hadis  lain  yang mendukung makna tersebut, seperti sabda Nabi Saw.:


 Iman, terdiri dan tujuh puluh sekian cabang, puncaknya adalah keyakinan bahwa "Tiada Tuhan selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dan jalan" (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
    Perintah  menutup  hidangan,  mencuci  tangan  sebelum  makan, bersikat  gigi,  larangan bernafas sambil minum, tidak kencing atau buang air di tempat yang tidak  mengalir  atau  di  bawah pohon,   adalah   contoh-contoh  praktis  dari  sekian  banyak tuntunan Islam dalam konteks menjaga kesehatan. Bahkan sebelum dunia  mengenal karantina, Nabi Muhammad Saw telah menetapkan dalam salah satu sabdanya,


Apabila kalian mendengar adanya wabah di suatu daerah, janganlah mengunjungi daerah itu, tetapi apabila kalian berada di daerah itu, janganlah meninggalkannya.     Ditemukan juga peringatan bahwa perut merupakan  sumber  utama penyakit:  Al-ma'idat  bait adda'. Dan karena itu, ditemukan banyak sekali tuntutan, baik dari Al-Quran maupun hadis  Nabi Saw yang berkaitan dengan makanan, jenis maupun kadarnya.
    Al-Quran juga mengingatkan, Makan dan minum dan jangan berlebih-lebihan. Allah  tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan.  Penjabaran peringatan itu dijelaskan oleh  Rasulullah Saw. dengan sabdanya,

Tidak ada sesuatu yang dipenuhkan oleh putra putri Adam lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi putra Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalaupun harus dipenuhkan, maka sepertiga untuk makanannya, seperti lagi untuk minumannya, dan sepertiga sisanya untuk pernafasannya (Diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi).
    Perlu pula digarisbawahi bahwa sebagian pakar, baik agamawan maupun ilmuwan,   berpendapat  bahwa jenis  makanan dapat mempengaruhi  mental  manusia.  Al-Harali   (wafat   1232 M) menyimpulkan  hal  tersebut  setelah membaca firman Allah yang mengharamkan makanan dan minuman tertentu karena  makanan  dan minuman tersebut rijs.


    Kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena sesungguhnya semua  itu kotor (QS Al-An'am [6]: 145).
     Kata rijs diartikan  sebagai  keburukan  budi pekerti  atau kebobrokan  mental.  Pendapat  serupa dikemukakan antara lain oleh seorang ulama kontemporer Syaikh  Taqi  Falsaf1  dalam bukunya Child between Heredity and Education, yang mengutip pendapat Alexis Carrel dalam bukunya Man the Unknown. Carrel, peraih  hadiah Nobe1  bidang  kedokteren  ini, menulis bahwa pengaruh campuran kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui secara sempurna, karena belum diadakan eksperimen dalam waktu yang memadai. Namun tidak dapat diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas makanan.
    Para ulama sering mengaitkan penyakit dengan siksa Allah. Al-Biqa'i dalam tafsirnya   mengenai surah Al-Fatihah mengemukakan sabda Nabi Saw.


     Penyakit adalah cambuk Tuhan di bumi ini, dengannya Dia mendidik hamba-hamba-Nya.
    Pendapat ini didukung oleh  kandungan  pengertian  takwa  yang pada dasarnya berarti menghindar dari siksa Allah di dunia dan di akhirat. Siksa Allah di dunia,  adalah  akibat  pelanggaran terhadap  hukum-hukum alam. Hukum alam antara lain membuktikan bahwa makanan yang kotor mengakibatkan penyakit. Seorang  yang makan  makanan kotor pada hakikatnya melanggar perintah Tuhan, sehingga penyakit merupakan  siksa-Nya  di  dunia  yang  harus dihindari oleh orang yang bertakwa.
    Dari  sini  dapat  dimengerti  bahwa  Islam memerintahkan agar berobat pada saat ditimpa penyakit.

    
    Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang diturunkan Allah, kecuali diturunkan pula obat penangkalnya, selain dari satu penyakit, yaitu ketuaan (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi dari sahabat Nabi Usamah bin Syuraik).
    Bahkan seandainya tidak ada perintah rinci dari hadis tentang keharusan berobat, maka prinsip- prinsip pokok yang diangkat dari Al-Quran dan hadis  cukup  untuk  dijadikan  dasar  dalam upaya kesehatan dan pengobatan. Sebagai contoh dapat dikemukakan persoalan transplantasi, baik dari donor hidup maupun donor yang telah meninggal dunia. Beberapa prinsip dan kesepakatan dalam bidang hukum  agama  yang  berkaitan  dengan topik  bahasan  ini  dapat  membantu menemukan pandangan Islam dalam persoalan yang dimaksud. Prinsip-prinsip dimaksud antara 1ain adalah:
  1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia.
2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan, bukan untuk disalahgunakan atau diperjualbelikan.
 3. Penghormatan dan hak-hak asasi yang dianugerahkan-Nya mencakup seluruh manusia, tanpa  membedakan ras atau agama.
4. Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang hidup, maupun yang telah wafat.
5. Jika bertentangan kepentingan antara orang yang hidup dan orang yang telah wafat, maka dahulukanlah  kepentingan orang yang hidup.
    Dari prinsip-prinsip ini banyak ulama kontemporer menetapkan bahwa transplantasi dapat    dibenarkan selama tidak diperjualbelikan, dan selama kehormatan manusia yang hidup maupun  yang mati terjaga  sepenuhnya.  Salah satu jaminan tidak adanya pelecehan adalah izin dan pihak keluarga.
    Alasan penolakan yang sering  terdengar  dari  kalangan  orang kebanyakan  (awam)  bahwa  setelah si penerima donor sehat, ia mungkin dapat  menyalahqunakan  kesehatannya,  dan  ini  dapat mengakibatkan dosa, terutama bagi "pemilik" organ (jenazah), atau orang yang mengizinkan. Alasan ini, pada hakikatnya tidak sepenuhnya  dapat  diterima.  Kemurahan  dan  keadilan Tuhan mengantar-Nya untuk tidak  menuntut  pertanggungl.awaban  dari seseorang  terhadap sesuatu yang tidak dikerjakannya secara sadar, karena hakikat manusia bukan organ dan jasmaninya:


    Allah tidak memandang kepada jasad dan rupa kamu, tetapi memandang hati dan perbuatan kamu.
    Demikian sabda Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Muslim. Di samping itu, izin yang diharuskan itu, telah dapat mengurangi kalau enggan berkata "menghilangkan"  kekhawatiran di  atas.  Kalau  niat  pemberi  izin  untuk  membantu  sesama manusia, dan dia menduga keras bahwa  bantuan  tersebut  tidak akan  disalahgunakan, maka kalaupun ternyata dugaannya keliru, maka ia bebas dari dosa. Sebaliknya, jika  yang  memberi  izin sudah menduga keras akan terjadinya penyalahgunaan, maka tentu saja ia tidak terbebaskan dari dosa.  Di  sini  terlihat  pula peranan izin.
    Dapat ditambahkan bahwa Al-Quran menegaskan bahwa, "Barang siapa  yang  menghidupkan   seseorang, maka dia bagaikan menghidupkan manusia semuanya."  (QS  Al-Maidah  [5): 32).  "Menghidupkan" di sini bukan saja yang berarti "memelihara kehidupan", tetapi juga dapat mencakup upaya "memperpanjang harapan hidup" dengan cara apa pun yang tidak melanggar hukum.
    Demikian, satu contoh, bagaimana ayat-ayat Al-Quran dipahami dalam konteks peristiwa   paling   mutakhir  dalam  bidang kesehatan. Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan  upaya hanyalah  "sebab",  sedangkan  penyebab  sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah Swt, seperti  ucapan  Nabi Ibrahim  a.s. yang diabadikan Al-Quran dalam surat Al-Syu'ara' (26): 80


     Apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku.

                                                                         
                                                                                BAB 3                       
                                                                              PENUTUP
Kesimpulan
1.    Islam itu bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia.
2.    Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan, bukan untuk disalahgunakan atau diperjualbelikan.
3.    Kesehatan merupakan nikmat paling indah setelah nikmat iman.
4.    Setiap penyakit pasti ada obatnya.
5.    Al-Qur’an mengingatkan kita semua agar makan dan minum tidak berlebih-lebihan. Karena Alloh SWT tidak senang dengan orang yang berlebihan.
6.    Pencegahan lebih baik dari pada pengobatan.


                                                                 DAFTAR PUSTAKA1.    M.  Hamdani  Adz-Dzaky, Konseling  dan  Psikoterapi  Islam, Fajar  Pustaka  Baru,  Yogyakarta, 2004, hlm. 1
2.    WAWASAN AL-QURAN Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Penerbit Mizan


Silakan download gratis filenya disini









MAKALAH AL-QUR’AN DAN KESEHATAN FISIK Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Maulana Blog

No comments: